Amanda Novi S.E.A.P 20214938
Anita Damayanti
21214311
Antika Dwi Putri 21214427
Intan Anggraini 25214356
Nabelatul Fitriyah 27214700
Ratna Anjar M
28214944
Rosita Damayanti 29214816
Yanita Kristanti 2C214353
BAB 4
Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia
Masalah
Sumber Daya Alam struktur penuasaan Sumber Daya Alam
Permasalahan pengelolaan
sumberdaya alam menjadi sangat penting dalam pembangunan ekonomi pada masa kini
dan masa yang akan datang. Di lain pihak sumberdaya alam tersebut telah banyak
mengalami kerusakan-kerusakan, terutama berkaitan dengan cara-cara
eksploitasinya guna mencapai tujuan bisnis dan ekonomi. Dalam laporan PBB pada
awal tahun 2000 umpamanya, telah diidentifikasi 5 jenis kerusakan ekosistem yang
terancam mencapai limitnya, yaitu meliputi ekosistem kawasan pantai dan
sumberdaya bahari, ekosistem lahan pertanian, ekosistem air tawar, ekosistem
padang rumput dan ekosistem hutan.
Kerusakan-kerusakan sumberdaya
alam di dalam ekosistem-ekosistem tersebut terjadi terutama karena kekeliruan
dalam pengelolaannya sehingga mengalami kerusakan yang disebabkan karena
terjadinya perubahan besar, yang mengarah kepada pembangunan ekonomi yang tidak
berkelanjutan. Padahal sumberdaya tersebut merupakan pendukung utama bagi
kehidupan manusia, dan karenanya menjadi sangat penting kaitannya dengan
kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat manusia yang mengarah kepada
kecenderungan pengurasan (depletion) dan degradasi (degradation). Kecenderungan
ini baik dilihat dari segi kualitas maupun kuantitasnya dan terjadi di hampir
semua kawasan, baik terjadi di negara-negara maju maupun negara berkembang atau
miskin.
Indonesia
memiliki wilayah yang kaya akan sumber daya alam, baik jenis maupun jumlahnya.
Menyadari akan hal tersebut, para orang-orang terdahulu telah menerapkan
prinsip dasar pengelolaan sumber daya alam dalam konstitusi Negara yang tetap
hingga sekarang, yaitu: Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antar pemerintah dan pemerintah daerah antara lain:
1.
Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan,
pemeliharaan, pengendalian dampak,
budidaya dan pelestarian.
2. Bagi hasil
atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. 3.
Penyerasian lingkungan dan tata ruang serta
rehabilitasi lahan. Terus menurunnya kondisi hutan.
Hutan merupakan salah satu sumber daya yang penting, tidak hanya dalam
menunjang perekonomian nasional tetapi juga dalam menjaga daya dukung
lingkungan terhadap keseimbangan ekosistem dunia.
Di
Indonesia tiap tahunnya jumlah hutan diperkirakan berkurang 3-5% per tahunnya.
Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai). Praktik penebangan liar dan konversi
lahan menimbulkan dampak yang luas, yaitu kerusakan ekosistem dalam tatanan
DAS. Kerusakan DAS tersebut juga dipacu oleh pengelolaan DAS yang kurang
terkoordinasi antara hulu dan hilir serta kelembagaan yang masih lemah. Hal ini
akan mengancam keseimbangan ekosistem secara luas, khususnya cadangan dan
pasokan air yang sangat dibutuhkan untuk irigasi, pertanian, industri, dan
konsumsi rumah tangga. Habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak.
Kerusakan habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut semakin meningkat.
Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutan mangrove telah
mengakibatkan erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman
hayati (biodiversity). Erosi ini juga diperburuk oleh
perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah yang kurang tepat. Beberapa
kegiatan yang diduga sebagai penyebab terjadinya erosi pantai, antara lain
pengambilan pasir laut untuk reklamasi pantai, pembangunan hotel, dan kegiatan-
kegiatan lain yang bertujuan untuk memanfaatkan pantai dan perairannya.
Sementara itu, laju sedimentasi yang merusak perairan
pesisir juga terus meningkat. Citra
pertambangan yang merusak lingkungan. Sifat usaha pertambangan,khususnya
tambang terbuka (open pit mining), selalu merubah bentang
alam sehinggamempengaruhi ekosistem dan habitat aslinya. Dalam skala besar akan
mengganggukeseimbangan fungsi lingkungan hidup dan berdampak buruk bagi
kehidupan manusia.Dengan citra semacam ini usaha pertambangan cenderung ditolak
masyarakat. Citra inidiperburuk oleh banyaknya pertambangan tanpa ijin (PETI)
yang sangat merusak lingkungan. Dengan permasalahan-permasalahan
di atas, sasaran pembangunan yang ingindicapai
adalah membaiknya sistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkunganhidup bagi
terciptanya keseimbangan antara aspek pemanfaatan sumber daya alamsebagai modal
pertumbuhan ekonomi (kontribusi sektor perikanan, kehutanan,pertambangan
dan mineral terhadap PDB) dengan aspek
Kebijakan Sumber Daya Alam struktur penguasaan
SDA
Reformasi pengelolaan sumber daya alam sebagai prasyarat bagi terwujudnya
pembangunan berkelanjutan dapat dinilai dengan baik apabila terumuskan
parameter yang memadai. Secara implementatif, parameter yang dapat dirumuskan
diantaranya:
A. Desentralisasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup dengan mengikuti prinsip dan pendekatan ekosistem, bukan
administratif.
b. Kontrol
sosial masyarakat dengan melalui pengembangan transparansi proses pengambilan
keputusan dan peran serta masyarakat . Kontrol sosial ini dapat dimaknai pula
sebagai partisipasi dan kedaulatan yang dimiliki (sebagai hak) rakyat. Setiap
orang secara sendiri-sendiri maupun berkelompok memiliki hak yang sama dalam
proses perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, pengawasan serta
evaluasi pada pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
c. Pendekatan utuh menyeluruh atau komprehensif dalam pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup. Pada parameter ini, pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup harus menghilangkan pendekatan sektoral, namun berbasis
ekosistem dan memperhatikan keterkaitan dan saling ketergantungan antara
faktor-faktor pembentuk ekosistem dan antara satu ekosistem dengan ekosistem
lainnya.
d. Keseimbangan antara
eksploitasi dengan konservasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup sehingga tetap terjaga kelestarian dan kualitasnya secara baik.
e. Rasa keadilan bagi rakyat dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
hidup. Keadilan ini tidak semata bagi generasi sekarang semata, tetapi juga
keadilan untuk generasi mendatang sesudah kita yang memiliki hak atas
lingkungan hidup yang baik.
DOMINASI SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA
Dalam kesempatan kali ini kami ingin sedikit membahas dominasi
asing dalam pengelolaan SDA di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, SDA
Indonesia sangat melimpah ruah, hal ini membuat bangsa lain tertarik dengan
Indonesia. Namun sayang, SDM kita jumlahnya masih sedikit ketimbang dengan
SDAnya. Kami rasa dengan sedikitnya SDM pun kita masih bisa mengelola SDA
kita dengan mandiri, namun banyak dari SDM kita yang memilih mengelola SDA
negeri orang lain dengan alasan materi. Sebenarnya tidak sepenuhnya salah,
di zaman sekarang siapa sih yang tidak mau uang ? Sejak zaman Alm
Presiden Soekarno, banyak perusahaan asing yang ingin mengambil alih SDA
Indonesia, namun Presiden Soekarno menolaknya, menurut beliau perusahaan
asing hanyalah monopoli keuangan, kapitalisme, dan neolib. Presiden Soekarno
juga pernah menolak bantuan dari IMF yang menurut beliau hanya akan
memberati keuangan negara. Soekarno percaya dengan kemampuan rakyatnya sendiri.
Banyak perusahaan asing yang menekan kontrak dengan pemerintahan Indonesia
sejak era pemerintahan Alm Soeharto hingga sekarang (Presiden SBY) telah
mengakar di negeri ini, contoh saja Freeport, Chevron, Shell, Suzuki, Honda,
Yamaha, dll.
Yang perlu di perhatikan adalah agar kepemilikan saham asing di
industri nasional tidak begitu dominan, sebab bila itu terjadi maka
perekonomian nasinal bisa pincang. Dominasi pihak asing kini semakin meluas dan
menyebar pada sektor-sektor strategis perekonomian. Pemerintah disarankan
menata ulang strategi pembangunan ekonomi agar hasilnya lebih merata dirasakan
rakyat dan berdaya saing tinggi menghadapi persaingan global.
Per Maret 2011 pihak asing telah menguasai 50,6 persen aset
perbankan nasional. Dengan demikian, sekitar Rp 1.551 triliun dari total aset
perbankan Rp 3.065 triliun dikuasai asing. Secara perlahan porsi kepemilikan
asing terus bertambah. Per Juni 2008 kepemilikan asing baru mencapai 47,02
persen. Hanya 15 bank yang menguasai pangsa 85 persen. Dari 15 bank itu,
sebagian sudah dimiliki asing. Dari total 121 bank umum, kepemilikan asing ada
pada 47 bank dengan porsi bervariasi. Tak hanya perbankan, asuransi juga
didominasi asing. Dari 45 perusahaan asuransi jiwa yang beroperasi di
Indonesia, tak sampai setengahnya yang murni milik Indonesia. Kalau
dikelompokkan, dari asuransi jiwa yang ekuitasnya di atas Rp 750 miliar hampir
semuanya usaha patungan. Dari sisi perolehan premi, lima besarnya adalah
perusahaan asing.Hal itu tak terlepas dari aturan pemerintah yang sangat liberal,
memungkinkan pihak asing memiliki sampai 99 persen saham perbankan dan 80
persen saham perusahaan asuransi.Pasar modal juga demikian. Total
kepemilikaninvestor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan yang
dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek.Pada badan usaha milik negara
(BUMN) pun demikian. Dari semua BUMN yang telah diprivatisasi, kepemilikan
asing sudah mencapai 60 persen. Lebih tragis lagi di sektor minyak dan gas.
Porsi operator migas nasional hanya sekitar 25 persen, selebihnya 75 persen
dikuasai pihak asing. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas Kementerian
ESDM menetapkan target porsi operator oleh perusahaan nasional mencapai 50
persen pada 2025. Tinggal masalah teknis. Karena tak gampang asing dipaksa
melepaskan kepemilikannya begitu saja. Jadi ya pakai tenggat waktu yang cukup
misalnya 10 tahun harus dilepas ke pihak nasional dalam porsi tertentu. Dan
mudah-mudahan di kurun waktu tersebut swasta nasional juga sudah punya sumber
keuangan yang cukup untuk membeli saham asing
tersebut.
Dengan kepemilikan nasional yang lebih dari
asing pada sektor-sektor strategis, diyakini perputaran perekonomian nasional
akan semakin kuat dan baik. Kebangkitan ekonomi nasional yang diinginkan banyak
orang akan benar-benar terjadi. Tapi benarkah akan seperti itu? Semuanya
kembali pada mentalitas bangsa dan kepemimpinan nasional. Indonesia pernah
melakukan nasionalisasi kepemilikan asing di masa lalu. Dan kemudian kembali
asing mendominasi. Jangan-jangan permasalahannya bukan pada berapa besar
kepemilikan nasional, tapi bagaimana mengelola seberapapun yang kita miliki.
BAB 5
1. Produk
Domestik Bruto(PDB)
Gross
Domestic Product (GDP) atau produk domestik bruto (PDB) dapat diartikan sebagai
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di
wilayah suatu negara dalam jangka waktu setahun.
GDP
dihitung berdasarkan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga
negara yang berdomisili di negara tersebut, baik pribumi maupun warga negara
asing. Nilai GDP dapat dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku atau
harga dasar yang konstan. GDP nominal mengukur nilai barang dan jasa akhir
dengan harga yang berlaku di pasar pada tahun tersebut. Sedangkan GDP riil
mengukur nilai barang dan jasa akhir dengan menggunakan harga yang tetap.
GDP
yang dihitung berdasarkan pengeluaran terdiri dari empat komponen utama yaitu
konsumsi dinotasikan C, investasi dinotasikan I, pembelian oleh pemerintah
dinotasikan G, dan total bersih ekspor atau ekspor neto dinotasikan dengan X –
M. Notasi X untuk ekspor dan M untuk impor. Ekspor neto (X – M) menunjukkan
selisih antara nilai ekspor dan impor. Bentuk aljabar dari GDP dapat ditulis
sebagai berikut:
Y = C + I + G + (X – M)
Y = GDP
Y = C + I + G + (X – M)
Y = GDP
2. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur
Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan
output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi
tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan
kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan. Karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang
dengan sendirinya kebutuhan konsumsi sehari-hari juga bertambah setiap tahun,
maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun.
Pertumbuhan ekonomi bisa bersumber
dari pertumbuhan permintaan agregat (AD) dan pertumbuhan penawaran agregat
(AS). Dari sisi AD, peningkatan AD di dalam ekonomi bisa terjadi karena ON,
yang terdiri atas permintaan masyarakat (konsumen), perusahaan dan pemerintah
meningkat.
Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan
tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan jumlah
pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga harus disertai dengan program pembangunan social.
Struktur perekonomian adalah komposisi
peranan masing-masing sektor dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha
maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder dan tersier.
Ada beberapa faktor yang menentukan
terjadinya perubahan struktur ekonomi antara lain :
·
Produktivitas
tenaga kerja per sektor secara keseluruhan
·
Adanya
modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku, barang
setengah jadi dan barang jadi.
·
Kreativitas
dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk memperluas pasar
produk/jasa yang dihasilkannya.
·
Kebijakan
pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor dan komoditi
unggulan
·
Ketersediaan
infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang dan jasa
serta mendukung proses produksi.
·
Kegairahan
masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terus-menerus
·
Adanya
pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah
·
Terbukanya
perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-import
3. Pertumbuhan
Ekonomi Selama Orde Baru Hingga Saat Ini
Pemerintahan
Soeharto atau yang dikenal dengan era Orde Baru berkewajiban menuntaskan segala
keterpurukan ekonomi tersebut. Dalam usahanya memperbaiki tatanan ekonomi di
Indonesia, Soeharto menjadikan ekonomi sebagai sektor pemerintahan yang harus
diutamakan. Slogan baru kemudian disuarakan untuk mendukung gerakan Soeharto,
yakni ‘ekonomi sebagai panglima’ (Mas’oed 1989:64). Program-program stabilisasi
dan rehabilitasi ekonomi kemudian mulai dicanangkan dengan mempertimbangkan
keadaan Indonesia pasca Orde Lama. Mas’oed (1989) menjelaskan bahwa
pengaplikasian perombakan struktur sosio-ekonomi secara radikal bukanlah jalan
keluar bagi keterpurukan Indonesia di masa Orde Baru. Hal itu didasari oleh
kekecewaan pendukung rezim Soeharto atas pemerintahan Soekarno yang sempat
mengaplikasikan landreform dan program-program yang bertujuan
meredistribusi kekayaan dan memaksakan tabungan. Oleh karena itu, orientasi
pembangunan ekonomi ke luar menjadi jalan keluar yang paling tepat.
Dengan
berorientasi pada pembangunan ekonomi ke luar, maka dukungan dari berbagai
pemerintah kapitalis asing dan masyarakat bisnis internasional menjadi sumber
utama untuk memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia (Mas’oed, 1989:67).
Pemerintahan Soeharto mengarahkan kebijaksanaan luar negeri ekonomi Indonesia
untuk meraih dukungan para kreditornya, seperti negara-negara Barat dan Jepang
(Mas’oe, 1989:71). Namun, hal tersebut tidak dapat dicapai dengan mudah oleh
rezim pemerintahan Soeharto karena pemerintah menyadari adanya trauma pihak
asing akibat kebijakan Soekarno di era Orde Lama. Hal tersebut membuat
pemerintah kapitalis asing dan masyarakat bisnis internasional sangat
berhati-hati dalam memberikan sokongan pinjaman dana bagi Indonesia. Untuk menarik
hati para pihak asing untuk membantu Indonesia, maka pemerintah diharuskan
membuka kembali ekonomi terhadap penetrasi modal asing dan mengintegrasikannya
dengan sistem ekonomi dunia, yakni sistem kapitalis (Mas’oed, 1989:71). Dengan
demikian, Indonesia diwajibkan memperluas kerjasama internasional dengan
memperbaiki dan melakukan hubungan diplomatik dengan negara-negara yang
menjauhi Indonesia selama masa Orde Lama, misalnya menyelesaikan permasalahan
permusuhan dengan Malaysia yang diwariskan oleh rezim pemerintahan Soekarno.
Selain itu, Indonesia mulai bergabung dalam organisasi internasional dengan
tujuan agar lebih mudah mendapatkan bantuan, baik dari organisasi tersebut
maupun dari negara-negara anggotanya.
Setelah
mengetahui strategi ekonomi yang diterapkan dalam Orde Lama dan Orde Baru, maka
lebih lanjut yang menjadi pertanyaan adalah strategi mana yang lebih cocok
diterapkan untuk Indonesia saat ini. Strategi ekonomi pada masa pemerintahan
Soekarno yang menerapkan orientasi ke dalam, dirasa tidak sesuai apabila
diterapkan untuk Indonsia saat ini. Hal ini dilihat dari banyaknya kegagalan
pada Orde Lama yang membawa Indonesia pada masa krisis. Sedangkan
strategi ekonomi yang berorientasi ke luar yang digunakan Soeharto, nyatanya
hingga saat ini masih digunakan Indonesia, bahkan penerapannya lebih masif dari
masa Orde Baru. Tidak dapat dipungkiri jika saat ini perekonomian Indonesia,
telah masuk pada sistem kapitalisme dunia. Meskipun dengan begitu dapat
dinyatakan bahwa tingkat interdependensi negara kepada para pemilik modal
semakin meningkat. Namun sokongan dana dari pemilik modal maupun bantuan dari
negara asing tidak dapat dihindari, mengingat masih adanya keterbatasan
Indonesia dalam mengelola hasil sumber daya alam, maupun untuk mengatasi
permasalahan ekonomi yang ada. Terlebih mengingat perjanjian yang telah
disepakati dengan instansi internasional seperti IMF, bank Dunia, dan lainnya
yang tidak dapat diputus begitu saja, menempatkan Indonesia dalam posisi sulit
jika harus kembali menerapkan sistem perekonomian yang berorientasi ke dalam.
4. Faktor
Secara
garis besar, terdapat sedikitnya 2 (dua) faktor yang menentukan prospek
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Adapun kedua faktor tersebut adalah faktor
internal dan eksternal.
Faktor Internal
Krisis
ekonomi pada tahun 1998 yang disebabkan oleh buruknya fundamentalekonomi
nasional, serta lambatnya proses pemulihan ekonomi nasional pasca peristiwa
tersebut menyebabkan banyak investor asing yang enggan (bahkan hinggasampai
saat ini) menanamkan modalnya di Indonesia. Kemudian proses pemulihanserta
perbaikan ekonomi nasional juga tidak disertai kestabilan politik dan
keamananyang memadai, penyelesaian konflik sosial , serta tidak adanya
kepastian hukum.Padahal faktor-faktor non ekonomi inilah yang merupakan aspek
penting dalammenentukan tingkat resiko yang terdapat di dalam suatu Negara
untuk menjadi dasarkeputusan bagi para pelaku usaha atau investor terutama
asing, untuk melakukanusaha atau menginvestasikan modalnya di Negara tersebut.
Faktor Eksternal
Kondisi
perdagangan dan perekonomian regional serta dunia merupakan faktoreksternal
yang sangat penting untuk mendukung proses pemulihan ekonomi diIndonesia.
Mengapa kondisi perdagangan dan perekonomian regional atau duniatersebut
dinilai penting? Sebab, apabila kondisi perdagangan dan perekonomian
Negara-negara tersebut terutama mitra Indonesia sedang melemah, maka akan
berdampak pula pada proses pemulihan yang akan semakin mengulur waktu
danakibatnya dapat menghambat kemajuan perekonomian di Indonesia.
BAB 6/7 Kemiskinan
Dan Kesenjangan
Pengertian
Kemiskinan
Pengertian kemiskinan yang sangat
ekonomistik dan sempit akan melahirkan bentuk-bentuk kebijakan penanggulangan
kemiskinan yang lebih merupakan 'bantuan' ekonomi saja. Pemahaman kemiskinan
dalam arti yang lebih luas, atau sering didefinisikan sebagai kemiskinan
majemuk, adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau esensial
sebagai manusia.
Adapun tingkat kemiskinan dibedakan
dalam dua kategori yaitu kemiskinan absolut dan relatif. Seseorang
dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan
pendidikan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah keadaan perbandingan antara
kelompok pendapatan dalam masyarakat, yaitu antar kelompok masyarakat
yang mungkin tidak miskin karena mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi
dari pada garis kemiskinan dan kelompok masyarakat yang miskin karena mempunyai
tingkat pendapatan relatif lebih rendah dari pada garis kemiskinan.
Kemiskinan adalah kondisi yang
disebabkan karena beberapa kekurangan dan kecacatan individual baik dalam
bentuk kelemahan biologis, psikologis maupun kultural yang menghalangi
seseorang memperoleh kemajuan dalam kehidupannya. Selain itu, faktor struktural
merupakan penyebab orang menjadi miskin. Seseorang yang berada di lingkungan
masyarakat yang mempunyai karakteristik antara lain: distribusi penguasaan resources
yang timpang, gagal dalam mewujudkan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan, institusi sosial yang melahirkan berbagai bentuk diskriminasi.
Garis Kemiskinan (GK)
Konsep
Definisi
Garis
Kemiskinan merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100
kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.
Kegunaan
Untuk
mengukur beberapa indikator kemiskinan, seperti jumlah dan persentase penduduk
miskin (headcount index-Po), indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap index-P1),
dan indeks keparahan kemiskinan (poverty severity index-P2)
Keterangan
Tambahan
Selain
dari Susenas Modul Konsumsi dan Kor, variabel lain untuk menyusun indikator
kemiskinan diperoleh dari Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD).
Interpretasi
Garis
kemiskinan menunjukkan jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita
per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran konsumsi per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan
dikategorikan sebagai penduduk miskin
Penyebab dan Dampak Kemiskianan
A. Penyebab terjadinya kemiskinan,
pengangguran dan kesenjangan pendapatan
v Sebab terjadinya kemiskinan
Pada umumnya di negara Indonesia
penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:
1. Laju Pertumbuhan Penduduk.
2. Angkatan Kerja, Penduduk yang
Bekerja dan Pengangguran.
3. Tingkat pendidikan yang rendah.
4. Kurangnya perhatian dari pemerintah.
v Sebab terjadinya pengangguran
1. Besarnya Angkatan Kerja Tidak
Seimbang dengan Kesempatan Kerja
2. Struktur Lapangan Kerja Tidak
Seimbang
3. Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga
terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang.
4. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga
Kerja antar daerah tidak seimbang
v Sebab terjadinya kesenjangan
pendapatan
1. UMR yang ditentukan pemerintah
antara pegawai swasta dan pegawai Pemerintah yang sangat berbeda.
2. PNS (golongan atas) lebih sejahtera
dibandingkan petani
3. Pertanian kalah jauh dalam meyuplai
Produk Domestik Bruto (PDB) yang hanya sekitar 9,3% di tahun 2011, padahal
Indonesia merupakan Negara agraris
B. Dampak yang terjadi akibat adanya
kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan pendapatan
Tujuan
akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan
kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan
naik terus. Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal
tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah
dicita-citakan.
Hal
ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan
perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1.
Masyarakat
tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya.
2.
Pendapatan
nasional yang berasal dari sektor pajak berkurang.
3.
Pengangguran
tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi.
Dampak dari kemiskinan terhadap
masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks yaitu:
1.
Pengangguran.
Secara otomatis pengangguran telah
menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak
secara langsung terhadap tingkat
2.
Kekerasan.
Sesungguhnya kekerasan yang marak
terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang
tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal.
3.
Pendidikan.
Tingkat putus sekolah yang tinggi
merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat
masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan
4.
Kesehatan.
Seperti kita ketahui, biaya
pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah
sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya
melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
5.
Konflik
sosial bernuansa SARA.
Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat
ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi
bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat
ketiadaan jaminan keadilan “keamanan” dan perlindungan hukum dari negara,
persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan
identitas yang subjektif.
Pertumbuhan
Kesenjangan dan Kemiskinan
Merupakan
hubungan antara pertumbuhan dan kesenjangan. Hubungan antara tingkat
kesenjangan pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan
Kuznet Hypothesis. Hipotesis ini berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari
tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatu masyarakat agraris pada
tingkat awal) yang pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan
rendah hingga pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu selanjutnya kembali
menurun. Indikasi yang digambarkan oleh Kuznet didasarkan pada riset dengan
menggunakan data time series terhadap indikator kesenjangan Negara Inggris,
Jerman, dan Amerika Serikat.
Pemikiran
tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena “Kuznet” bermula dari transfer
yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan produktivitas rendah (dan tingkat
kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor yang mempunyai produktivitas
tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan adanya kesenjangan antar
sektor maka secara subtansial dapat menaikan kesenjangan diantara tenaga kerja
yang bekerja pada masing-masing sektor (Ferreira, 1999, 4).
Versi
dinamis dari Kuznet Hypothesis, menyebutkan kan bahwa kecepatan pertumbuhan
ekonomi dalam beberapa tahun (dasawarsa) memberikan indikasi naiknya tingkat
kesenjangan pendapatan dengan memperhatikan initial level of income (Deininger
& Squire, 1996). Periode pertumbuhan ekonomi yang hampir merata sering
berasosiasi dengan kenaikan kesenjangan pendapatan yang menurun.
Program
Pemerintah Untuk Menanggulangi Kemiskinan di Indonesia
a. Program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
secara konsep mencakup komponen untuk biaya operasional non personel hasil
studi Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional
(Balitbang Depdiknas). Namun karena biaya satuan yang digunakan adalah
rata-rata nasional, maka penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa
kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi.
b. Kredit
Usaha Rakyat (KUR)
Kredit Usaha Rakyat, yang
selanjutnya disingkat KUR, adalah kredit/ pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil
Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi
yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif.
c. Program
Jaminan Kesehatan Masyarakat
Kemiskinan mempengaruhi kesehatan
sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap berbagai macam penyakit
d. Jaminan
Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)
Meningkatnya akses dan mutu
pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar
tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.
e. Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM)
PNPM Mandiri adalah program nasional
penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat.
f. Program
Raskin
Program Raskin merupakan subsidi
pangan sebagai upaya dari Pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan
memberikan perlindungan pada keluarga miskin melalui pendistribusian beras yang
diharapkan mampu menjangkau keluarga miskin.
g. Program
Keluarga Harapan
Beberapa Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
Indikator Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam
distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni
axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah
dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized
entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai
koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan
sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 :
ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan. Ide dasar dari
perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai
rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45
derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan. Ketimpangan
dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0.
Ketimpangan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan sedang
dengan nilai gini antara 0,36-0,49, dan ketimpangan dikatakan rendah dengan
koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga
umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk
dikelompokkan menjadi tiga group : 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40%
penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi
dari jumlah penduduk. Selanjutnya, ketidakmerataan pendapatan diukur
berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan
rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi
pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan
rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat
ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari
jumlah pendapatan. Sedangkan ketidakmerataan rendah, apabila kelompok tersebut
menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.
Indikator Kemiskinan
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata
berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar
kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari
besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan
minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan
digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan
minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta
aneka barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu
pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count
Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan.
Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang
menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk
yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai
rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis
kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line)
dan garis kemiskinan non makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang
diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi
empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari populasi yang
hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis
kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of proverty yang
menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks
jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks
ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis
kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut. Ketiga,
the severity of property yang diukur dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK).
Indeks ini pada prinsipnya sama seperti IJK. Namun, selain mengukur jarak yang
memisahkan orang miskin dari garis kemiskinan, IKK juga mengukur ketimpangan di
antara penduduk miskin atau penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.
Indeks ini yang juga disebut Distributionally Sensitive Index dapat juga
digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.
Faktor-Faktor
Penyebab Kemiskinan
Pada umumnya di negara berkembang seperti
Indonesia penyebab - penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut :
ü Laju
Pertumbuhan penduduk
Meningkatnya jumlah penduduk membuat
Indonesia makin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah
penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan.
Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang
harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
ü Penduduk
yang bekerja dan pengangguran secara garis besar lebih banyak pengangguran dari
pada yang bekerja.
ü Distribusi
Pendapatan dan pemerataan pembangunan
Distribusi pendapatan nasional
mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di
kalangan penduduknya.
ü Tingkat
Pendidikan yang rendah
Rendahnya kualitas penduduk juga
merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara. Ini disebabkan karena
rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan tenaga kerja.
ü Kurangnya
perhatian dari pemerintah
Pemerintah yang kurang peka terhadap
laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor penyebab
kemiskinan
ü Ketimpangan
/ Kesenjangan Pendapatan
Ketimpangan atau kesenjangan pendapatan
adalah menggambarkan distribusi pendapatan masyarakat di suatu daerah atau
wilayah pada waktu tertentu. Kaitan kemiskinan dengan ketimpangan pendapatan
ada beberapa pola yaitu :
a.
Semua anggota masyarakat mempunyai income
tinggi (tak ada miskin) tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.
b. Semua
anggota masyarakat mempunyai income tinggi (tak ada miskin) tetapi ketimpangan
pendapatannya rendah. (ini yang paling baik)
c. Semua
anggota masyarakat mempunyai income rendah (semuanya miskin) tetapi ketimpangan
pendapatannya tinggi.
d. Semua
anggota masyarakat mempunyai income yang rendah (semuanya miskin) tetapi ketimpangan
pendapatannya rendah.
e. Tingkat
income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin) tetapi
ketimpangan pendapatannya tinggi.
f. Tingkat
income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin) tetapi ketimpangan
pendapatannya rendah.
Kemiskinan
di Indonesia
permasalahan
yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh pemerintah indonesia saat ini adalah
kemiskinan, disamping masalah-masalah yang lainnya. dewasa ini pemerintah belum
mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan kemiskinan.
Berdasarkan
data Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10
sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang
berjumlah 215 juta jiwa. Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan mengakses
sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur yang juga belum mendukung
untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna
SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus
diakui memang terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia
sebagai negara bangsa, bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk
mengurus persoalan kemiskinan.
Kemiskinan
telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang
berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya
investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan,
kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus
perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang
lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang
dan papan secara terbatas. Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela
mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak
orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk
mendapatkan makan.
Kemiskinan
telah membuat masyarakat kita terjebak dalam budaya malas, budaya mengemis, dan
menggantungkan harapannya dari budi baik pemerintah melalui pemberian bantuan.
kemiskinan juga dapat meningkatkan angka kriminalitas. Kemiskinan seakan
menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan yang tak ada habis-habisnya,
pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan kemiskinan,
pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang memikirkan
cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan membebaskan
Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
Kebijakan Antikemiskinan
Strategi Pengurangan Kemiskinan:
a.
Pertumbuhan Ekonomi yang berkelanjutan dan Pro Kemiskinan
ü Pembangunan Sektor
Pertanian dan Ekonomi Pedesaan
ü Manajemen lingkungan
SDA
ü Transportasi,
komunikasi, keuangan dll.
b.
Pemerintahan yang baik (Good Governance)
c.
Pembangunan Sosial
Intervensi jangka menengah dan jangka panjang
·
Pembangunan Sektor Swasta
Peningkatan peran swasta sebagai penggerak dan motor
pembangunan ekonomi
·
Kerjasama Regional
Untuk menghindari gap daerah kaya dan miskin
·
Manajemen Pengeluaran Pemerintah (APBN)
Cost Effectivness
·
Desentralisasi
Peran aktif masyarakat daerah untuk pembangunan ekonomi dan
sosial sesuai keunggulan komperatif dan kompetitif
·
Pendidikan dan Kesehatan
Peran swasta diperbesar
·
Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan.
·
Pembagian tanah pertanian yang merata
Kebijakan lembaga dunia mencakup World Bank, ADB, UNDP, ILO,
dsb.
World bank (1990) peperangan melawan kemiskinan melalui :
a. Pertumbuhan ekonomi
yang luas dan menciptakan lapangan kerja yang padat karya.
b. Pengembangan SDM.
c. Membuat jaringan
pengaman social bagi penduduk miskin yang tidak mampu memperoleh dan menikmati
pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja serta pengembangan SDM sebagai akibat
dari cacat fisik dan mental, bencana, konflik social atau wilayah yang
terisolasi.
World bank (2000) memberikan resep baru dalam memerangi
kemiskinan dengan 3 pilar:
a. Pemberdayaan yaitu
proses peningkatan kapasitas penduduk miskin untuk mempengaruhi lembaga-lembaga
pemerintah yang mempengaruhi kehidupan mereka dengan memperkuat partisipasi
mereka dalam proses politik dan pengambilan keputusan tingkat local.
b. Keamanan yaitu
proteksi bagi orang miskin terhadap goncangan yang merugikan melalui manajemen
yang lebih baik dalam menangani goncangan ekonomi makrodan jaringan pengaman
yang lebih komprehensif.
c. Kesempatan yaitu
proses peningkatan akses kaum miskin terhadap modal fisik dan modal manusia dan
peningkatan tingkat pengembalian dari asset asset tersebut.
ADB (1999) menyatakan ada 3 pilar untuk mengentaskan
kemiskinan :
a. Pertumbuhan
berkelanjutan yang prokemiskinan.
b. Pengembangan social
yang mencakup: pengembangan SDM, modal social, perbaikan status perempuan, dan
perlindungan social.
c. Manajemen ekonomi
makro dan pemerintahan yang baik yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan.
d. Factor tambahan:
ü Pembersihan polusi
udara dan air kota-kota besar.
ü Reboisasi hutan,
penumbuhan SDM, dan perbaikan tanah.
SUMBER
WALHI; Hasil Kajian :
Agenda Program Lingkungan Partai Politik Peserta Pemilu 1999
BAB 8/9
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN
OTONOMI DAERAH
1.
Pembangunan Ekonomi Regional
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan
meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap
ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh
Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa
ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan
menggunakan data-data daerah.
Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah.
Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan .
Model Pertumbuhan Regional
Fungsi produksi agregat merupakan dasar dari model pertumbuhan neoklasik. Hubungan tersebut ditujukkan dalam bentuk sebagai berikut:
Y = F(K,L)
Dimana, Y adalat output riil, K adalah capital stock, dan L adalah tenaga kerja.
Dalam bentuk Cobb Douglas dengan asumsi constant return to scale yaitu;
Y = AKαL1-α
y = Akα , dimana y = K/L dan k = K/L
Fungsi produksi perkapita menunjukan bahwa output per pekerja hanya akan meningkat jika modal per pekerja meningkat. Dengan kata lain modal harus terus tumbuh lebih cepat daripada penawaran tenaga kerja dari output per pekerja.
Agar lebih realistis maka model neoklasik diatas harus ditambah dengan efek apabila adanya teknologi pada pertumbuhan output.
Y = F(A,K,L), dimana A adalah technical knowledge (teknologi).
Dalam bentuk Cobb-Douglas,
Y = AegtKαL1-α
dimana g adalah technical progress per time period t, selanjutnya dengan aplikasi matematika kita jadikan dalam model pertumbuhan; dimana, ∆Y/Y, ∆K/K, dan ∆L/L adalah given.
Selanjutnya dengan merubah dalam bentuk model region (daerah), dengan g adalah perubahan rate of technical dan r notasi untuk regional,
Dari bentuk neoklasik diatas, kita dapat mengidentifikasi tiga alasan terjadinya ketidakmerataan pertumbuhan regional yaitu;
1. Technical progress berubah diantara region;
2. Pertumbuhan capital stock berubah diantara region;
3. Pertumbuhan tenaga kerja berubah diantara region.
gr pada region r diharapkan berubah diantara region (paling tidak dalam jangka menengah). Dengan memasukkan pertumbuhan tenaga kerja pada kedua sisi, kita dapatkan;
Selanjutnya, ketidamerataan regional dalam pertumbuhan output per tenaga kerja dapat dijelaskan oleh perbedaan regional dalam rate of technical progress dan oleh perbedaan regional dalam rasio pertumbuhan kapital/tenaga kerja.
Secara rinci faktor-faktor yang menyebabkan adanya disparitas pada pertumbuhan daerah dapat digambarkan pada bagan dibawah ini :
Dari gambar diatas ditunjukkan bahwa pertumbuhan output daerah menurut neoklasik di dasari oleh tiga komponen yaitu; pertumbuhan kapital stok, pertumbuhan tenaga kerja, dan perkembangan teknologi.
Pertumbuhan kapital stok daerah didorong dengan adanya investasi baik dari daerah itu sendiri atau daerah lain. Pertumbuhan tenaga kerja juga didorong oleh adanya migrasi tenaga kerja dari daerah lain karena adanya perbedaan upah relatif terhadap daerah lain disamping akibat tumbuhnya angkatan kerja baru karena pertumbuhan populasi. Untuk pertumbuhan teknologi tentunyajuga dipengaruhi oleh masuknya sumberdaya dari daerah lain dan perkembangan pendidikan atau pengetahuan melalui R&D.
Kajian Empiris di Indonesia
Dalam kajian Iyanatul Islam dari School of International Business and Asian Studies, Griffith University, Australia, menyebutkan bahwa ketidakmerataan antar daerah di Indonesia tidak menunjukkan gambaran yang semakin mencolok dari waktu ke waktu. Dikatakan bahwa adanya konvergensi di daerah, terutama pada pertengahan 1970-an serta dekade 1980-an dan 1990-an, dengan adanya pertumbuhan ekonomi daerah miskin yang lebih cepat dibandingkan daerah kaya. Namun proses konvergensi tersebut berjalan melambat sehingga diperlukan waktu yang lama untuk mengurangi kesenjangan pendapatan antar daerah. Analisis Takahiro Akita dan Armida S Alisjahbana (The Economic Crisis and Regional Inequality in Indonesia) menyebutkan sebelum krisis ekonomi, disparitas pendapatan antardaerah di Indonesia sedikit naik mulai tahun 1993 hingga 1997 .
Dari sisi technical progress secara empiris, Garcia dan Soelistianingsih (1998) telah mengestimasi pengaruh variabel modal manusia, fertilitas total, selain pangsa sektor minyak dan gas dalam PDRB untuk mengukur ketersediaan sumber daya alam terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Temuannya adalah bahwa investasi untuk pendidikan dan kesehatan memang dibutuhkan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan daerah .
Sedangkan Wibisono (2001) memasukkan variabel-variabel educational attaintment (diukur dengan tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan), angka harapan hidup (life expectancy), tingkat fertilitas (fertility rate), tingkat kematian bayi (infant mortality rate), laju inflasi dan juga variabel dummy daerah juga terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Dari estimasi-estimasi yang dilakukan, diperoleh temuan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan adalah pendidikan, angka harapan hidup, dan tingkat kematian bayi. Sedangkan tingkat fertilitas dan laju inflasi memberikan efek negatif terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan .
Berdasarkan data Indonesia Human Development Report 2002, tahun 2002 di Indonesia terdapat 341 daerah tingkat II, Aloysius Gunadi Brata (2004), dikatakan bahwa terdapat two-way relationship antara kinerja ekonomi daerah dengan pembangunan manusia .
Ketiga studi di atas juga mengkonfirmasi bahwa technical progress dalam bentuk modal manusia (human capital) mempunyai kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi dan berarti juga berguna untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan antardaerah.
Dengan melihat teori dan kajian empirik diatas menunjukkan bahwa bagi pemerintah pusat, ketidakmerataan antarregion dan ketidakmerataan intraregion bukan merupakan trade off yang saling meniadakan. Karena kedua ketidakmerataan regional tersebut merupakan masalah yang harus diselesaikan karena terdapat keterkaitan antar kedua permasalahan tersebut.
Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah.
Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan .
Model Pertumbuhan Regional
Fungsi produksi agregat merupakan dasar dari model pertumbuhan neoklasik. Hubungan tersebut ditujukkan dalam bentuk sebagai berikut:
Y = F(K,L)
Dimana, Y adalat output riil, K adalah capital stock, dan L adalah tenaga kerja.
Dalam bentuk Cobb Douglas dengan asumsi constant return to scale yaitu;
Y = AKαL1-α
y = Akα , dimana y = K/L dan k = K/L
Fungsi produksi perkapita menunjukan bahwa output per pekerja hanya akan meningkat jika modal per pekerja meningkat. Dengan kata lain modal harus terus tumbuh lebih cepat daripada penawaran tenaga kerja dari output per pekerja.
Agar lebih realistis maka model neoklasik diatas harus ditambah dengan efek apabila adanya teknologi pada pertumbuhan output.
Y = F(A,K,L), dimana A adalah technical knowledge (teknologi).
Dalam bentuk Cobb-Douglas,
Y = AegtKαL1-α
dimana g adalah technical progress per time period t, selanjutnya dengan aplikasi matematika kita jadikan dalam model pertumbuhan; dimana, ∆Y/Y, ∆K/K, dan ∆L/L adalah given.
Selanjutnya dengan merubah dalam bentuk model region (daerah), dengan g adalah perubahan rate of technical dan r notasi untuk regional,
Dari bentuk neoklasik diatas, kita dapat mengidentifikasi tiga alasan terjadinya ketidakmerataan pertumbuhan regional yaitu;
1. Technical progress berubah diantara region;
2. Pertumbuhan capital stock berubah diantara region;
3. Pertumbuhan tenaga kerja berubah diantara region.
gr pada region r diharapkan berubah diantara region (paling tidak dalam jangka menengah). Dengan memasukkan pertumbuhan tenaga kerja pada kedua sisi, kita dapatkan;
Selanjutnya, ketidamerataan regional dalam pertumbuhan output per tenaga kerja dapat dijelaskan oleh perbedaan regional dalam rate of technical progress dan oleh perbedaan regional dalam rasio pertumbuhan kapital/tenaga kerja.
Secara rinci faktor-faktor yang menyebabkan adanya disparitas pada pertumbuhan daerah dapat digambarkan pada bagan dibawah ini :
Dari gambar diatas ditunjukkan bahwa pertumbuhan output daerah menurut neoklasik di dasari oleh tiga komponen yaitu; pertumbuhan kapital stok, pertumbuhan tenaga kerja, dan perkembangan teknologi.
Pertumbuhan kapital stok daerah didorong dengan adanya investasi baik dari daerah itu sendiri atau daerah lain. Pertumbuhan tenaga kerja juga didorong oleh adanya migrasi tenaga kerja dari daerah lain karena adanya perbedaan upah relatif terhadap daerah lain disamping akibat tumbuhnya angkatan kerja baru karena pertumbuhan populasi. Untuk pertumbuhan teknologi tentunyajuga dipengaruhi oleh masuknya sumberdaya dari daerah lain dan perkembangan pendidikan atau pengetahuan melalui R&D.
Kajian Empiris di Indonesia
Dalam kajian Iyanatul Islam dari School of International Business and Asian Studies, Griffith University, Australia, menyebutkan bahwa ketidakmerataan antar daerah di Indonesia tidak menunjukkan gambaran yang semakin mencolok dari waktu ke waktu. Dikatakan bahwa adanya konvergensi di daerah, terutama pada pertengahan 1970-an serta dekade 1980-an dan 1990-an, dengan adanya pertumbuhan ekonomi daerah miskin yang lebih cepat dibandingkan daerah kaya. Namun proses konvergensi tersebut berjalan melambat sehingga diperlukan waktu yang lama untuk mengurangi kesenjangan pendapatan antar daerah. Analisis Takahiro Akita dan Armida S Alisjahbana (The Economic Crisis and Regional Inequality in Indonesia) menyebutkan sebelum krisis ekonomi, disparitas pendapatan antardaerah di Indonesia sedikit naik mulai tahun 1993 hingga 1997 .
Dari sisi technical progress secara empiris, Garcia dan Soelistianingsih (1998) telah mengestimasi pengaruh variabel modal manusia, fertilitas total, selain pangsa sektor minyak dan gas dalam PDRB untuk mengukur ketersediaan sumber daya alam terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Temuannya adalah bahwa investasi untuk pendidikan dan kesehatan memang dibutuhkan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan daerah .
Sedangkan Wibisono (2001) memasukkan variabel-variabel educational attaintment (diukur dengan tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan), angka harapan hidup (life expectancy), tingkat fertilitas (fertility rate), tingkat kematian bayi (infant mortality rate), laju inflasi dan juga variabel dummy daerah juga terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Dari estimasi-estimasi yang dilakukan, diperoleh temuan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan adalah pendidikan, angka harapan hidup, dan tingkat kematian bayi. Sedangkan tingkat fertilitas dan laju inflasi memberikan efek negatif terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan .
Berdasarkan data Indonesia Human Development Report 2002, tahun 2002 di Indonesia terdapat 341 daerah tingkat II, Aloysius Gunadi Brata (2004), dikatakan bahwa terdapat two-way relationship antara kinerja ekonomi daerah dengan pembangunan manusia .
Ketiga studi di atas juga mengkonfirmasi bahwa technical progress dalam bentuk modal manusia (human capital) mempunyai kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi dan berarti juga berguna untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan antardaerah.
Dengan melihat teori dan kajian empirik diatas menunjukkan bahwa bagi pemerintah pusat, ketidakmerataan antarregion dan ketidakmerataan intraregion bukan merupakan trade off yang saling meniadakan. Karena kedua ketidakmerataan regional tersebut merupakan masalah yang harus diselesaikan karena terdapat keterkaitan antar kedua permasalahan tersebut.
2. Faktor-faktor penyebab ketimpangan
Ada 2 faktor penyebab ketimpangan pembangunan, faktor
pertama adalah karena ketidaksetaraan anugerah awal (initial endowment)
diantara pelaku-pelaku ekonomi. Sedangkan faktor kedua karena strategi
pembangunan dalam era PJP I lebih bertumpu pada aspek pertumbuhan (growth).
Sebagian ketidaksetaraan anugerah awal itu bersifat
alamiah (natural) atau bahkan ilahiah. Akan tetapi sebagian lagi bersifat
structural. Ketidaksetaraan itu berakibat peluang dan harapan untuk berkiprah
dalam pembangunan menjadi tidak seimbang.
Ditumpukkannya strategi pembangunan pada aspek
petumbuhan, bukanlah tidak beralasan. Secara akademik, baru pertumbuhanlah yang
telah memiliki teori-teori yang mantap dalam konsep pertumbuhan ekonomi. Oleh
karenanya tidaklah mengherankan kalau rancangan pebangunan lebih menyandarkan
rencana pembangunannya pada aspek pertumbuhan.
3. Pembangunan Indonesia bagian Timur
Pembangunan
infrastruktur di Indonesia mengalami pasang surut terutama saat Indonesia
dilanda krisis ekonomi. Pembangunan infrastruktur mengalami hambatan pembiayaan
karena sampai sejauh ini, titik berat pembangunan masih difokuskan pada
investasi sektor-sektor yang dapat menghasilkan perputaran uang (cash money)
yang tinggi dengan argumentasi bahwa hal itu diperlukan guna memulihkan
perekonomian nasional.
Sedangkan
pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada usaha perbaikan dan
pemeliharaan saja. Dengan demikian dewasa ini, pembangunan infrastruktur
kawasan timur Indonesia belum menjadi focus utama pembangunan.
Pada saat
ini sudah hampir menjadi kesimpulan umum bahwa infrastruktur adalah fundamental
perekonomian Indonesia. Bahwa daerah atau kawasan Indonesia Timur merupakan
wilayah strategis guna membangkitkan potensi nasional. Oleh karena itu hari ini
adalah saat yang tepat guna meletakkan kemauan bersama menyusun konsep
pembangunan infrstruktur kawasan Timur Indonesia yang bersumber pada kesadaran
penguasaan teknologi dan keunggulan sumberdaya daerah.
Pemetaan
kebutuhan infrastruktur lima tahun ke depan berdasarkan jenis inftrastruktur
seperti; jalan, listrik, gas, air bersih, pelabuhan, telekomunikasi, moda
transportasi, dan lain-lain serta berdasarkan tipologi kewilayahan.
Perumusan pembiayaan infrastruktur dan sumber pembiayaannya.
Pengkajian kerangka regulasi yang ada dan merekomendasikan penyempurnaan kerangka tersebut guna mendukung prioritas pembangunan dan pembiayaan infrastruktur
Perumusan pembiayaan infrastruktur dan sumber pembiayaannya.
Pengkajian kerangka regulasi yang ada dan merekomendasikan penyempurnaan kerangka tersebut guna mendukung prioritas pembangunan dan pembiayaan infrastruktur
Penyusunan
strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur ini diharapkan dapat
menghasilkan peta pembangunan infrastruktur yang jelas di masa yang akan datang
sehingga pemerintah mempunyai dokumen yang lengkap terhadap pembangunan
infrastruktur.
Oleh karena
itu, ruang lingkup dari penyusunan strategi ini mencakup seluruh aspek potensi
ekonomi wilayah Indonesia Timur sebagai rumusan strategis pembangunan
infrastruktur nasional, baik berdasarkan subsektor jenis infrastruktur dan
maupun tipologi kewilayahan dengan basis pendekatan potensi.
Penyusunan
strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur kawasan timur Indonesia
diharapkan dapat menghasilkan Master Plan di bidang infrastruktur yang akan
mendukung skenario pembangunan era baru ekonomi Indonesia di masa yang akan
datang. Master Plan ini diharapkan dapat memuat berbagai data dan informasi
mengenai pembangunan dan pembiayaan infrastruktur berdasarkan skala prioritas
pembangunan dan regulasi yang mendukung arah pembangunannya.
Cerminan
pembangunan infrastruktur nasional adalah pembangunan infrastruktur di tiap
wilayah atau propinsi di Indonesia. Perkembangan pembangunan infrastruktur di
masing-masing pulau di Indonesia memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti.
Dominasi pembangunan infrastruktur sangat ditentukan oleh kondisi geograsfis
dan demografis dari suatu wilayah.
Dominasi
infrastruktur ini dapat mencerminkan pula tingkat aktivitas ekonomi dalam suatu
wilayah. Perkembangan pembangunan infrastruktur untuk masing-masing pulau yang
ada di Indonesia. Hal ini pula yang menjadi hambatan pembangunan infrastrukrur
Kawasan Timur Indonesia.
Pada hal
sejatinya jika Indonesia ingin percepatan mencapai kemajuan maka pendekatan
potensi atau potential approach yaitu potensi yang mendorong tumbuhnya
komoditas unggulan, hendaknya menjadi komintmen kuat terhadap pembangunan
infrstruktur kawasan timur Indonesia.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa daerah Kalimantan Selatan sebagaimana daerah Kalimantan
umumnya yang merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di wilayah negara
kita. Tingkat kepadatan pendudukanya relative rendah sehingga tidak
dimungkinkan untuk melakukan pendekatan demographic dalam perencanaan
pembangunan infrastukturnya.
Dengan
jumlah penduduk yang mendiami wilayah ini hanya sebesar 6% dari total penduduk
Indonesia, maka akan berdampak pada aktivitas ekonomi yang ada di wilayah ini.
Kondisi semacam ini merupakan kondisi tipikal wilayah Indonesia Timur. Karenanya
diperlukan langkah potential approach atau pendekatan potensial untuk
pembangunan infrastrukturnya
Komoditas
yang menjadi unggulan untuk wilayah ini adalah sektor pertambangan dan galian,
sub sector perkebunan dan subsektor kehutanan. Ketiga sektor ini memberikan
sumbangan besar bagi pendapatan nasional.
Dengan
demikian terdapat pandangan berbeda mengenai pola perencanaan bahwa berdasarkan
jumlah penduduk atau pendekatan demografik, aktivitas ekonomi unggulan yang
tidak memerlukan banyak infrastruktur, maka akibatnya adalah persentase
pembangunan infrastruktur di pulau ini lebih rendah dibandingkan pulau Jawa dan
Sumatera.
Dilihat dari
infrastruktur transportasi, pelabuhan laut lebih mendominasi dibandingkan
dengan yang lainnya. Hal ini sangat wajar dengan kondisi geografis dari
Kalimantan yang lebih banyak rawa dibandingkan dengan daratannya yang
memungkinkan sektor pelabuhan laut dan lalulitas angkutan sungai, danau, dan
penyeberangan lebih berkembang dibandingkan dengan transportasi darat.
Pembangunan
jalan di pulau ini masih relative rendah bila dibandingkan dengan luas wilayah
pulau ini. Hal ini sangat signifikan sekali dengan jumlah kendaraan yang berada
di wilayah ini hanya sebesar 5,8% dari jumlah kendaraan yang ada di Indonesia.
Hal ini pula yang menyebabkan rendahnya tingkat mobilitas dan tingginya biaya
transportasi sehingga wilayah ini kehilangan daya saingnya dalam menarik
investasi.
Pandangan
keliru juga terdapat pada subsektor pertanian tanaman pangan dan pengairan.
Dapat kita temukan fakta bahwa irigasi tidak menjadi salah satu fokus
pembangunan infrastruktur karena wilayah ini bukan sebagai lumbung padi tetapi
lebih cenderung pada komoditas kehutanan dan perkebunan.
Pada pada
sisi lain kitapun memehami betul bahwa kondisi wilayah ini sangat dimungkinkan
membangun jaringan irigasi guna menjadikan Kalimantan sebagai lumbung padi.
Kita dapat belajar dan membandingkan kondisi wilayah ini dengan kondisi Vietnam
yang petaninya lebih unggul dari petani kita bahkan tanpa proteksionisme
perdagangan.
Saat ini
akses masyarakat Kalimantan terhadap air bersih, hanya sebesar 44% yang dapat
menikmati air bersih sedangkan sisanya belum mendapatkan akses terhadap air
bersih.
Ini
merupakan salah satu permasalahan yang harus menjadi perhatian, karena bila
kondisi tersebut dibiarkan maka akan berdampak pada tingkat kesehatan dari
masyarakat di Kalimantan. Bagaimana kita bisa mengembangkan sumber daya manusia
yang handal dan mampu bersaing secara global bila tingkat hiegenitas masih
rendah. Oleh karena itu akses terhadap air bersih perlu langkah prioritas
pembangunan infrastrukturnya.
Demikian
pula dengan subsektor telematika dan ketenagalistrikan perlu berpacu dengan
irama pertumbuhan yang berkembang dengan pesat. Hal ini sejalan dinamika dan
aktivitas dari masyarakat di pulau Kalimantan.
Pembukan
lahan menjadi lahan pertanian yang notabene terjadi perubahan fungsi seringkali
memicu kotroversi yang kontraproduktif, hendaknya dipelajari kembali dengan
seksasama agar tidak terdapat resistensi pembangunan hanya sekadar penolakan
emosional, namun sebaliknya kehilangan informasi berharga tentang potensi
ekonomi yang mempunyai keunggulan tertentu.
Akhirnya
kita juga mengapeal akan pentingnya kesadaran tentang pembangunan infrastruktur
berkaitan dengan upaya strategis percepatan pertumbuhan ekonomi, hendaknya
secara nyata mengurangi hambatan birokratis di semua lini baik pada tingkat
pemerintah pusat maupun pada tingkat pemerintah daerah dan pemerintah
kabupaten.
4. Teori dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Perbedaan karakteristik wilayah
berarti perbedaan potensi yang dimiliki, sehingga membutuhkan perbedaan
kebijakan untuk setiap wilayah. Untuk menunjukkan adanya perbedaan potensi ini
maka dibentuklah zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah
adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah
sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah
dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua
atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang
dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona
Pengembangan Sektor Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster
Semangka, Cluster Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi daerah
(ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi
suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola
pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED),
bertujuan:
1. Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi
keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
2. Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih
terstruktur, terarah dan berkesinambungan.
3. Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan
desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi
pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa
ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat
lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local
Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam
berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal.
Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan
Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses
pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa
berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang
berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun
sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading
sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan
di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain
yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang
menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan
ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi
pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada
akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis kompetensi
inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa
yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya.
Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan yang
terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai
hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi
keberhasilan bersaing suatu bisnis”.
Sedangan menurut Reeve (1995) adalah
:
“Aset yang memiliki keunikan yang tinggi, sulit ditiru, keunggulan daya saing
ditentukan oleh kemampuan yang unik, sehingga mampu membentuk suatu kompetensi
inti”.
5. Otonomi Daerah
Otonomi
Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang
melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan
otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi.
Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan
meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang
oleh Pemerintah Pusat seperti
1.
Hubungan
luar negeri
2.
Pengadilan
3.
Moneter dan
keuangan
4.
Pertahanan
dan keamanan
Otonomi
Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang
melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan
otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi.
Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan
meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang
oleh Pemerintah Pusat seperti
1.
Hubungan
luar negeri
2.
Pengadilan
3.
Moneter dan
keuangan
4.
Pertahanan
dan keamanan
BAB 10
Pertanian dan Perkebunan di Indonesia
Secara umum, pengertian dari pertanian
adalah suatu kegiatan manusia yang meliputi pertanian tanaman pangan,
perkebunan, kehutanan, holtikultura, peternakan dan perikanan. Sejarah Indonesia
sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor
pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat
penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial
masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Sebagian besar mata pencaharian
masyarakat di Indonesia adalah sebagai petani dan perkebunan, sehingga sektor -
sektor ini sangat penting untuk dikembangkan di negara kita.
Bentuk - Bentuk Pertanian di Indonesia
1.SawahSawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan memerlukan banyak air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan maupun sawah pasang surut. Yang pada masa sekarang sudah hampir punah
2.Tegalan
Tegalan adalah suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata. Pada saat musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditubuhi tanaman pertanian.
3.Pekarangan
Pekarangan adalah suatu lahan yang berada di lingkungan dalam rumah (biasanya dipagari dan masuk ke wilayah rumah) yang dimanfaatkan untuk ditanami tanaman pertanian.
Hasil - Hasil Pertanian di Indonesia
1. Agave (Sisal)Agave merupakan tanaman hias yang mempunyai warna daun hijau muda bercampur dengan alur menyerupai pita dan bersisik mirip. Tanaman ini ditemukan pada abad 20.
Daerah - daerah penghasil agave adalah:
(1). Bukittinggi : Sumatera Barat
(2). Deli Serdang : Sumatera Utara
(3). Kediri : Jawa Timur
(4). Malang : Jawa Timur
(5). Minahasa : Sulawesi Utara
(6). Mojokerto : Jawa Timur
(7). Pontianak : Kalimantan BaratAgave digunakan sebagai bahan pembuat tali. Pabrik tali agave terdapat di Pematang Siantar, Sumatera Utara.
2. Avokad
Avokad (Persea Americana) merupakan buah yang memiliki banyak manfaat dan khasiat bagi manusia[2]. Kandungan nutrisi dalam satu buah alpukat adalah 95 mg fosfor, 23 mg kalsium, 1,4 mg zat besi, 9 mg sodium, 1,3 mg potasium, 8,6 mg niacin, 660 I.U. vitamin A, 82 mg vitamin C. Daerah penghasil avokad terbanyak terdapat di daerah Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Barat.
3. Bawang
Bawang merah dan bawang putih merupakan salah satu tanaman sayuran yang menjadi menu pokok hampir pada semua jenis masakan dengan fungsi sebagai penyedap masakan dan khasiat bagi manusia. Daerah penghasil bawang banyak terdapat di daerah Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.
4. Beras
Beras berasal dari tanaman padi.Padi adalah sumber bahan makanan pokok rakyat Indonesia, jadi tanaman ini mempunyai andil yang sangat besar dalam kehidupan. Daerah - daerah penghasil beras hampir merata di seluruh wilayah Nusantara, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Sumatera.
5. Buncis
Kacang Buncis (Phaseolus Vulgaris L.) berasal dari Amerika, sedangkan kacang buncis tipe tegak (kidney bean) atau kacang jogo adalah tanaman asli lembah Tahuacan-Meksiko. tanaman buncis dari Amerika ke Eropa dilakukan sejak abad 16. Daerah pusat penyebaran dimulai di Inggris (1594), menyebar ke negara-negara Eropa, Afrika, sampai ke Indonesia. Pembudidayaan tanaman buncis di Indonesia telah meluas ke berbagai daerah. Tahun 1961-1967 luas areal penanaman buncis di Indonesia sekitar 3.200 hektare, tahun 1969-1970 seluas 20.000 hektare dan tahun 1991 mencapai 79.254 hektare dengan produksi 168.829 ton. Peningkatan produksi buncis mempunyai arti penting dalam menunjang peningkatan gizi masyarakat, sekaligus berdaya guna bagi usaha mempertahankan kesuburan dan produktivitas tanah. Kacang buncis merupakan salah satu sumber protein nabati yang murah dan mudah dikembangkan. Daerah penghasil buncis banyak terdapat di daerah Jambi, Bengkulu, Jawa Barat, dan Lampung.
6. Cengkeh
Cengkeh adalah rempah-rempah purbakala yang telah dikenal dan digunakan ribuan tahun sebelum masehi. Pohonnya merupakan tanaman asli kepulauan Maluku (Ternate dan Tidore), yang dahulu dikenal oleh para penjelajah sebagai Spice Islands[3]. Menanam pohon cengkeh saat seorang anak dilahirkan adalah tradisi penduduk asli Maluku. Secara psikologis ada pertalian antara pertumbuhan pohon cengkeh dan anak tersebut sehingga pohon cengkeh benar-benar dijaga dan dirawat oleh orang Maluku. Pada abad pertengahan (sekitar 1600 Masehi) cengkeh pernah menjadi salah satu rempah yang paling popular dan mahal di Eropa, melebihi harga emas. Daerah penghasil cengkeh banyak terdapat di daerah Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, NTT, Papua, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatera Selatan, dan DI Yogyakarta.
7. Cokelat
Cokelat berasal dari Amazon atau Orinoco, Amerika Selatan kira – kira 4000 tahun yang lalu. Daerah penghasil cokelat terbanyak terdapat di daerah Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Lampung, Maluku, NTT, Papua, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan DI.Yogyakarta. Daerah penghasil cokelat yang utama adalah Salatiga (Jawa Tengah).Cokelat banyak digunakan sebagai bahan minuman.
8. Durian
Durian (Bombaceae sp.) merupakan tanaman buah berupa pohon. Sebutan durian diduga berasal dari istilah Melayu yaitu dari kata duri yang diberi akhiran -an sehingga menjadi durian. Kata ini terutama dipergunakan untuk menyebut buah yang kulitnya berduri tajam. Tanaman durian berasal dari hutan Malaysia, Sumatra, dan Kalimantan yang berupa tanaman liar. Penyebaran durian ke arah Barat adalah ke Thailand, Birma, India dan Pakistan. Buah durian sudah dikenal di Asia Tenggara sejak abad 7 Masehi. Nama lain durian adalah duren (Jawa, Gayo), duriang (Manado), dulian (Toraja), rulen (Seram Timur)[4]. Durian bermanfaat untuk mencegah erosi di lahan-lahan yang miring, batangnya sebagai bahan bangunan atau perkakas rumah tangga, bijinya memiliki kandungan pati cukup tinggi, berpotensi sebagai alternatif pengganti makanan (dapat dibuat bubur yang dicampur daging buahnya), kulit dipakai sebagai bahan abu gosok dengan cara dijemur sampai kering dan dibakar sampai hancur. Daerah penghasil durian banyak terdapat di daerah Kalimantan Timur, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan.
9. Jagung
Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung, tetapi secara umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian, yang telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang lalu)[5]. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi. Daerah penghasil jagung hampir merata di seluruh wilayah Nusantara, seperti DI.Aceh, Bali, Bengkulu, DKI Jakarta, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Lampung, NTB, Papua, Riau, Sulawesi Tengah, dan Sumatera Utara.
10. Kacang Hijau
Sebagai makanan, tanaman yang diperkirakan berasal dari India ini menghasilkan berbagai masakan. Mulai dari aneka penganan kecil, bubur, sampai kolak. Kacang hijau dan kecambahnya memiliki manfaat memberikan nutrisi penting bagi tubuh, mengandung protein tinggi, kalsium, fosfor, vitamin B2 (riboflavin).Kacang hijau banyak terdapat di daerah Bali, Bengkulu,Lampung, dan Papua.
Nilai tukar petani
Nilai tukar petani (NTP) adalah rasio
antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang
dinyatakan dalam persentase.[1][2][3] Nilai tukar
petani merupakan salah satu indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan
petani.[4] Pengumpulan
data dan perhitungan NTP di Indonesia dilakukan
oleh Biro Pusat Statistik.[1]
Indeks harga yang diterima petani (IT) adalah
indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi
petani. Dari nilai IT, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang
dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga sebagai data penunjang dalam
penghitungan pendapatan sektor pertanian.
IT dihitung berdasarkan nilai jual hasil pertanian yang dihasilkan oleh
petani, mencakup sektor padi, palawija, hasil
peternakan, perkebunan
rakyat, sayuran, buah, dan hasil perikanan (perikanan
tangkap maupun budi daya).
Indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah
indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani,
baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses
produksi pertanian. Dari IB, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang
dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di
pedesaan, serta fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil
pertanian. Perkembangan IB juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi di
pedesaan.
IB dihitung berdasarkan indeks harga yang harus dibayarkan oleh petani
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan penambahan barang modal dan biaya
produksi, yang dibagi lagi menjadi sektor makanan dan barang dan jasa non
makanan.
Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :
- NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik dan menjadi lebih besar dari pengeluarannya.
- NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan pengeluarannya.
- NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun dan lebih kecil dari pengeluarannya.
Nilai tukar petani dapat bervariasi di setiap daerah dan berfluktuasi
seiring waktu. Nilai tukar petani dihitung secara skala nasional maupun lokal.
Nilai tukar petani secara nasional pada periode Oktober 2013 mengalami
peningkatan 0.71% dari 104,56 poin pada periode September 2013 ke 105,30 poin
namun secara lokal, misal di Jambi, didapatkan hasil
yang berbeda. Di Jambi pada periode yang sama nilai tukar petani naik sebesar
0,63 persen dibanding bulan sebelumnya yaitu dari 87,56 point menjadi 88,11
point pada Oktober 2013. Peningkatan nilai tukar petani di Bali juga
dilaporkan berbeda, yakni sebesar 0,16 persen dari 106,82 persen pada September
2013 menjadi 107 persen pada bulan Oktober 2013.
Orientasi pembangunan saat ini yang berfokus pada industri dan modal
cenderung mengesampingkan pembangunan pertanian pedesaan, sehingga indikator
nilai tukar petani tidak masuk ke dalam tujuan pembangunan.
Dampak Investasi Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Nasional
Sektor pertanian merupakan sektor yang
sangat penting dalam perekonomian di Indonesia. Sampai tahun 1991 sektor
pertanian menyumbang 17,66 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional
dan menyerap 49,24 persen tenaga kerja nasional. Di samping itu sektor
pertanian juga menyangga kehidupan sekitar 77,74 persen penduduk Indonesia yang
tinggal di pedesaan, serta merupakan pendukung utama sektor agroindustri dalam
mendorong/memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Mengingat pentingnya peranan sektor
pertanian dalam perekonomian Indonesia, maka pengembangan sektor i n i perlu
terus ditingkatkan. Namun melihat lemahnya daya saing sektor ini dalam menyerap
investasi maka peranan pemerintah dalam pengembangan sektor ini perlu lebih
ditingkatkan lagi agar laju pertumbuhan sektor ini tidak tertinggal jauh dengan
sektor lainnya. Pada prinsipnya, .suatu kebijaksanaan investasi dalam
pengembangan suatu sektor seperti pertanian perlu dilandasi oleh pengetahuan
tentang keterkaitan antar sektar dalam perekonomian secara keseluruhan.
Pernusatan investasi bagi pengembangan sektor pertanian tertentu seharusnya
didasari pada sektor-sektor yang kaitan intersektoralnya sangat kuat. Sektor
yang dikembangkan harus mampu mendorong pertumbuhan sektor lainnya melalui keterkaitan
baik dari segi input maupun outputnya.
KETERKAITAN PETANI DENGA INDUSTRI MANUFAKTUR
Berkaca pada krisis yang telah
terjadi, proses industrialisasi yang didengung-dengungkan pemerintah kurang
mendapat moment yang tepat. Pada akhirnya Indonesia yang direncanakan akan
menjadi negara industri-dalam waktu yang tidak lama lagi, tidak terwujud hingga
saat sekarang ini.
Melihat kenyataan itu, sudah
seharusnya kita memutarbalikkan kemudi ekonomi untuk mundur selangkah
merencanakan dan kemudian melaksanakan dengan disiplin setiap proses yang
terjadi. Yang terpenting yaitu harus dapat dipastikan bahwa sektor pertanian
mendapat prioritas dalam proses pembangunan tersebut. Mengingat, sampai dengan
saat ini negara-negara maju pun tidak dapat meninggalkan sektor pertanian
mereka, hingga kalau sekarang kita coba melihat sektor pertanian sekelas negara
maju, sektor pertanian mereka mendapat proteksi yang besar dari negara dalam
bentuk subsidi dan bantuan lainnya.
Ada beberapa alasan (yang dikemukakan
oleh Dr.Tulus Tambunan dalam bukunya Perekonomian Indonesia) kenapa sektor
pertanian yang kuat sangat esensial dalam proses industrialisasi di negara
Indonesia, yakni sebagai berikut :
1. Sektor pertanian yang kuat berarti
ketahanan pangan terjamin dan ini merupakan salah satu prasyarat penting agar
proses industrialisasi pada khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa
berlangsung dengan baik. Ketahanan pangan berarti tidak ada kelaparan dan
ini menjamin kestabilan sosial dan politik.
2. Dari sisi permintaan agregat,
pembangunan sektor pertanian yang kuat membuat tingkat pendapatan rill per
kapita disektor tersebut tinggi yang merupakan salah satu sumber permintaan
terhadap barang-barang nonfood, khususnya manufaktur. Khususnya di Indonesia,
dimana sebagaina besar penduduk berada di pedesaan dan mempunyai sumber
pendapatan langsung maupun tidak langusng dari kegitan pertanian, jelas sektor
ini merupakan motor utama penggerak industrialisasi.
3. Dari sisi penawaran, sektor
pertanian merupakan salah satu sumber input bagi sektor industri yang mana
Indonesia memiliki keunggulan komparatif.
4. Masih dari sisi penawaran,
pembangunan yang baik disektor pertanian bisa menghasilkan surplus di sektor
tersebut dan ini bisa menjadi sumber investasi di sektor industri, khususnya
industri berskala kecil di pedesaan.
Melihat hal itu, sangat penting untuk
kita saling bersinergi dalam meningkatkan produktivitas pertanian.
Pemerintah-dalam hal ini pemangku kebijakan, membuat regulasi yang memiliki
tujuan yang selaras dengan cita-cita bersama, menganggarkan dana untuk
pengembangan pertanian, memberikan pengetahuan dengan jalan memberdayakan
tenaga penyuluh pertanian agar dapat membantu petani dengan maksimal, bank
dalam hal ini penyedia dana publik dapat lebih bersahabat dengan petani, agar
keterbatasan dana dapat teratasi dengan bantuan bank sebagai penyedia dana
dengan bunga yang kecil, perguruan tinggi sangat penting untuk mengadakan
penelitian-penelitian yang masiv dan dapat diaplikasikan langsung untuk
meningkatkan produktivitas pertanian, swasta diharapkan dapat menginvestasikan
modal mereka untuk membuat pabrik-pabrik pengolahan produk-produk pertanian
kita sehingga ketika kita ingin memasarkannya ke luar (ekspor) maka kita akan
dapat menghasilkan pendapatan lebih (karena nilai yang lebih tinggi) dan
tentunya masyarakat (petani) sebagai subjek dapat dengan benar-benar serius
dalam menjalankan setiap program yang diberikan pemerintah (dengan asums :
program yang dibuat oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan
oleh petani)…
Ketika hal ini berjalan dengan baik,
maka kita dapat meningkatkan produk-produk pertanian kita sejalan dengan
peningkatan industri manufaktur yang membutuhkan bahan baku yang kita
produksi dari para petani-petani kita. Maka dari itu, peningkatan pendapatan
para petani akan berkorelasi positif terhadap meningkatnya kesejahteraan petani
dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
http://bernadetteanjunia.blogspot.com/2015/04/keterkaitan-pertanian-dengan-industri.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar